Pandangan Tak Mengenakkan Masyarakat Tentang Anak Broken Home
Ucapan masyarakat sekitar mengenai anak broken home sering tak mengenakkan. Saya pun memutuskan untuk membahas hal tersebut.
Kadang, ada masanya menjadi baik
atau buruk serba salah. Ketika seorang anak harus menerima perceraian dari
orang tuanya, itu sudah menjadi hal yang cukup menyulitkan. Dan kesulitan itu
bukan sekadar di situ, masih ada kesulitan-kesulitan lainnya pasca perceraian. Seperti salah satu artikel yang saya baca tentang masalah ini, masyarakat sering mengarahkan fokusnya kepada keputusan
orang tua anak untuk bercerai. Maka, ketika anak itu melakukan hal yang salah,
masyarakat akan menyalahkan keputusan orang tuanya.
Saat
masyarakat di lingkungan sekitar mengetahui berita tentang perceraian orang tua
anak tadi, biasanya akan ada segelintir orang yang mempunyai hobi bergosip ria.
Kalau memang demikian, sebenarnya tak apa, lumrah kalau ada gosip-gosip antar
tetangga. Yang jadi masalah adalah ketika mereka berbicara secara langsung
kepada sang anak atau salah satu orang tuanya. Mengapa demikian? Karena seringkali
akan ada beberapa kata atau kalimat yang kurang disaring. Kalimat-kalimat
spontan yang tak disadari bisa menyakiti orang lain.
Contoh
kecil misalnya anak ini baik, dia sering membantu ibunya berjualan. Apa yang
akan dilontarkan orang-orang sekitarnya saat menyaksikan hal tersebut?
“Wah,
anaknya pinter, ya. Walaupun ortunya sudah pisah, dia bisa rajin dan hebat
gitu.”
“Ya
ampun, Dek, kamu hebat sekali. Terus kayak begitu, ya, biar ibunya bangga
karena udah mendidik kamu sendirian.”
“Anak saya nggak begini, padahal sudah dijaga kedua orang tuanya. Kamu yang tinggal sama ibu aja bisa sekeren ini. Kagum saya."
Janggal tidak, sih, kalimatnya? Ada pujian, tetapi ujung-ujungnya membahas hal yang tidak semestinya dibahas.
Selanjutnya
saya akan memberikan contoh lain. Sekarang kita ubah, anaknya bandel, suka
berkeliaran ke sana kemari. Sering pulang malam-malam karena nongkrong dengan
temannya. Lalu apa pendapat mereka?
“Pantesan
bandel, anak broken home ternyata.”
Hal yang harusnya dianggap sepele jika dilakukan oleh anak yang bukan broken home, kali ini dibesar-besarkan dengan alasan demikian. Inilah yang saya maksud serba salah menjadi baik atau buruk. Pada akhirnya
orang-orang hanya fokus kepada perceraian tersebut, tanpa memikirkan perasaan
sang anak.
Oleh
sebab itu, saya sangat mengharapkan perubahan pandangan ini. Apakah memuji
harus disertai alasan dia hebat karena anak broken
home? Apakah memuji harus diiringi dengan mengutarakan kelebihan yang
dimiliki meski sudah tahu bahwa yang dipuji tak mempunyai hal tersebut? Dan apakah
mengatai dia bandel harus dikasih embel-embel anak broken home ternyata? Apakah hal tersebut harus begitu?
Menurut
saya itu tidak harus, dan memang seharusnya tidak demikian. Sebab, ketika
kalimat tak mengenakkan itu dilontarkan, bisa saja tanpa disadari memengaruhi
kondisi psikologinya? Atau bahkan bisa mengubah sikapnya yang baik menjadi
sebaliknya, karena merasa menjadi baik pun tetap dikatai begitu, alhasil sang
anak memutuskan untuk menjadi nakal saja sekalian. Hal itu mungkin terjadi.
Jadi, kita harus bisa menyaring setiap kalimat yang dilontarkan kepada orang lain. Cobalah memposisikan diri menjadi orang lain, pasti kita akan tahu mana kalimat yang menyakiti, dan mana kalimat yang biasa-biasa saja, dan akan lebih bagus kalau kalimatnya bisa membuat orang lain senang dan tersanjung mendengarnya. Lidah lebih tajam dari pisau, sebab perkataan yang menyakitkan tak akan mudah dihilangkan seperti luka akibat tergores pisau.
Mungkin sampai di sini saja bahasan saya mengenai pandangan masyarakat tentang anak broken home. Mohon maaf atas segala kekurangannya. Semoga bermanfaat dan untuk yang mengalami hal di atas, semangat!
🔥
ReplyDelete😊❤
Delete