[REVIEW BUKU] Supernova; Ksatria, Puteri, dan Bintang Jatuh - Dee Lestari by LIZANDIRA

Lagi tertarik dengan novel Supernova? Mari
 
simak review bukunya dari saya!


Judul buku      : Supernova; Ksatria, Puteri, dan Bintang Jatuh

Penulis             : Dee Lestari

Genre              : Fiksi ilmiah dan Roman

Penerbit           : Bandung: Truedee Books

Tebal buku      : 318 halaman

Tahun terbit     : 2001

ISBN               : 9786028811729



Cover buku Supernova; Ksatria, Puteri, dan Bintang Jatuh

Supernova adalah novel yang terdiri dari enam series. Dan kali ini saya membaca series pertama, yaitu Ksatria, Puteri, dan Bintang Jatuh. Apa yang terlintas di benak kalian saat membaca judulnya? Apakah terasa seperti cerita bergenre Fantasi? Haha, sayang sekali bukan. Cerita ini justru sangat berkaitan dengan ilmu-ilmu Fisika. Namun, sebelum saya korek lebih lanjut tentang buku ini, saya infokan bahwa ini adalah kali pertama saya membaca novel Dee Lestari. Yah maaf atuh, kalau dibilang telat, sih, nggak. Cuman saya merasa kesal karena baru saja mempunyai keinginan membaca. Padahal penulis itu harus gemar membaca, dan itu memang sebuah keharusan.

Asal mula saya tertarik membaca novel ini saat menggali info seputar lemahnya kebijakan pemerintah terhadap royalti penulis daripada pajak penulis. Di sana, banyak artikel yang membahas penulis Tere Liye. Lalu ada satu yang membahas tentang Dee Lestari. Dari sana disebutkan karyanya yang berjudul Supernova. Dan itu berhasil memikat saya untuk memasukkan buku tersebut ke dalam list bacaan. Oh iya, saya membaca buku ini melalui Ipusnas.

Di mata saya, novel ini lumayan berat. Karena ada banyak bahasa ilmiah yang dibahas oleh Reuben dan Dimas. Tapi di balik itu semua, saya sangat kagum dengan Dee Lestari. Untuk menghasilkan buku ini, pastinya melalui banyak riset yang lumayan sulit—apalagi saling menyangkutkan ilmu Fisika dengan kehidupan. Walaupun sebagian menambah ilmu saya seputar Fisika yang dapat berhubungan dengan dunia psikologi, tetap saja saya sering pusing membacanya. Tapi ini hanya berlaku untuk dua tokoh tersebut. Ceritanya mereka adalah pasangan gay yang sedang membuat sebuah cerita. Namun, cerita tersebut didasari oleh pengetahuan Reuben seputar bahasa-bahasa ilmiah. Atau lebih tepatnya, buku ini mengandung cerita di dalam cerita. Saya membaca cerita yang dibuat oleh tokoh yang dibuat penulis aslinya.

 

“Itulah gunanya melamun. Untuk membangkitkan apa-apa yang tak mampu disentuhnya langsung, membiarkan pikirannya terstimulasi simulakrum, dan puas karenanya.”—hlm 24.

 

Itu salah satu kutipan yang saya sukai. Bisa dilihat, kan? Bagaimana penulis memasukkan istilah asing seperti simulakrum, ruang yang disarati oleh duplikasi dan daur ulang berbagai fragmen yang berbeda-beda di dalam satu ruang dan waktu yang sama. Maksudnya simulakrum adalah alam tempat meleburnya realitas dan ilusi, diakibatkan oleh fantasi yang diduplikasi berulang-ulang dan berlipat-lipat ganda, hingga akhirnya objek yang nyata pun tak jelas. Pengertian ini saya baca di footnote yang dibuat penulis. Jadi, jangan takut nggak ngerti, ya. Penulis kasih pengertiannya, kok, hehe.

Sekarang saya lanjut tentang cerita yang dibahas Dimas dan Reuben. Jujur saya sangat menyukai sang Bintang Jatuh, atau nama lainnya Diva. Sifatnya yang unik, pemikirannya yang berbeda, serta pengetahuannya yang luas telah membuat saya kagum kepadanya. Diva seperti matahari. Dia bisa menyinari siapa saja dengan kehangatan yang dimilikinya. Dan saat Ferre sedang hancur-hancurnya karena keputusan Rana untuk tidak jadi berpisah dengan suaminya, Diva hadir memberikan sebuah warna khusus. Warna yang membuat Ferre melihat Diva di dalam mimpi anehnya.

Cara penulis menyampaikan setiap kejadian sering membuat saya tersentuh karena di luar dugaan. Benar-benar gaya yang khas, kental dengan filosofis yang bermakna. Selain itu, puisi-puisi yang dibuat Ksatria terasa sangat dalam—penuh dengan ketulusan yang menyayat pembaca serta dirinya sendiri. Luar biasa. Ini adalah buku yang bacaannya berat, tetapi memuaskan.


“Setiap kerut wajah akan memiliki arti. Kalimat yang tertunda keluar akan tampak. Pancaran ketulusan dapat dinikmati lebih lama. Dan, wajah yang berbohong akan jengah dengan sendirinya.”—hlm 164.

 

Sangat menyentuh. Salah satu kutipan yang semakin membuat saya menyukai tokoh Diva. Ia pandai menjadi tegar di hadapan siapa pun. Kecuekannya mempunyai arti tersendiri. Lalu ada lagi dua kutipan yang membuat saya ingin segera menghabiskan bacaan sampai halaman terakhir.

 

“Kebanyakan orang mengidentifikasikan diri dengan pikirannya. Atau perasaannya. Dan, inilah yang terkadang menyesatkan karena apa yang bisa kita pegang dari sesuatu yang cuma datang dan pergi, hilir mudik dan tidak pernah menetap?”hlm 258.

 

“Dongeng itu tidak lagi dongeng hitam putih. Bukan si jahat dan si baik. Bukan lagi mencari siapa yang salah dan benar. Solusi dicapai bukan dengan balas dendam. Tapi, semua berpulang pada keberanian masing-masing untuk mengubah konteks masalah.”—hlm 270.


Dari buku ini, ada satu yang sangat disayangkan. Saya susah paham dengan ending-nya. Tentang Reuben dan Dimas yang ternyata diketahui sang Supernove membuat saya bertanya-tanya, “Maksudnya apa?”

Mungkin sampai sini saja review dari saya. Atas segala kekurangan dan kesalahannya mohon maaf. Ini hanya menurut pandangan saya sendiri sebagai pembaca. Oh iya, sepertinya buku ini cocok untuk usia 17 tahun ke atas, soalnya agak berat. Namun, kalau memang sudah biasa membaca yang berat-berat, di bawah dari itu boleh-boleh aja, kok. 



RATE: 8,5 dari 10

#KMC9 #NGEREADKUY

 


Comments

Popular posts from this blog

[REVIEW BUKU] Norwegian Wood - Haruki Murakami by Lizandira

[REVIEW BUKU] PULANG - Leila S. Chudori by Lizandira

[REVIEW BUKU] Aroma Karsa - Dee Lestari by Lizandira